Hai, Ketika kamu membaca tulisan ini, mungkin sudah tidak ada lagi kata "kita" antara kamu dan aku. Walau sebenarnya mungkin memang tidak pernah ada. Aku ingin mengucapkan terima kasih karena kamu pernah menjadi pendengar setiaku tatkala gemuruh riuh membuat bising dalam kepalaku. Terima kasih juga karena kamu pernah menjadi orang yang paling antusias membaca tulisan-tulisanku yang isinya hanya kalimat-kalimat kesedihan yang ada dalam diriku. Tahukah kamu? Bahkan hanya dengan mendengar suaramu walau dari perantara ponsel pun, sudah cukup merubah suasana hatiku yang mendung menjadi cerah kembali. Walau tentu saja masih dengan logat daerahmu yang masih kental itu. Tak apa, aku justru menyukainya. Aku bahkan ingin selalu mendengarnya. Bolehkah aku rindu pesan singkat darimu? Bahkan beberapa waktu lalu, aku dan kamu seperti dua orang yang saling merindu karena tidak bisa bertemu. Begitu banyak kalimat rindu yang masih kusimpan dalam riwayat pesanku, juga kalimat penyemangat yang ...
Empat tahun yang lalu, dunianya hancur. Harapannya patah, putus, semangatnya redup, bahkan menurutnya, melanjutkan hidup adalah sesuatu yang mustahil lagi baginya. Kehilangan orang yang sangat berarti baginya, membuat dunianya seakan berhenti di kegelapan yang tidak pernah ada habisnya. Bagaimana mungkin ia sanggup menata kembali hatinya yang telah hancur berkeping-keping dan bahkan tak bersisa? Baginya, seluruh cintanya telah ia habiskan untuk mencintai orang yang membuatnya menjalani malam tanpa siang selama bertahun-tahun hanya karena penyesalannya. Bertahun-tahun berusaha tegar dan melawan kenyataan, gadis itu akhirnya sadar, bahwa ia telah menciptakan dunianya sendiri. Dunia yang sepi, sunyi, dan tentu saja, gelap. Kini, ia telah terbiasa dengan kegelapan hingga tak masalah jika ia harus berjalan tanpa setitik cahaya sekalipun. Di dunianya yang gelap, perlahan datang sesosok bayangan dari kejauhan yang tampak membawa lentera yang tidak terlalu terang. Gadis itu tidak takut terhada...